Langsung ke konten utama

sekilas dengan pondasi laba - laba

Sekilas dengan Pondasi Laba – Laba.
Pondasi Laba –Laba sejak diperkenalkan ke kalayak umum oleh Penemu nya pada tahun 1978 – 1980, mendapatkan perhatian yang lebih dari para perencana Konstruksi maupun Praktisi pelaksana pembangunan gedung. walau pada awalnya teori yang kemuka-kan oleh Para Penemu belum mempunyai bukti secara riset secara detail, tapi dengan berbagai aplikasi dan penyempurnaan yang dilakukan memperoleh pendekatan empiric – empiric yang meyakinkan pada pemakaian untuk pondasi bangunan. Pada perkembangan tahun 2009 – 2012 dengan pembiayaan riset dari Kemenristek yang dipimpin oleh peneliti utama dari Institute Teknologi Bandung, mulai dikembangankan uji coba skala penuh terhadap pengujian dari asumsi - asumsi model pondasi laba – laba. Pembuktian teory ini bisa memperkuat dan mendukung dari asumsi awal dari para penemu atau bahkan bisa juga membuat counter balance atas asumsi yang digunakan penemu untuk teori laba – laba ini.
Dari praktisi dan perencana konstruksi meninjau bahwa keuntungan dari pondasi laba –laba ini adalah di struktur pembentuknya bukan dari segi tinjauan geotekniknya. Structural pembentuknya yang lebih praktis dan ekonomis membuat pondasi ini kuat, mengabaikan berbagai masalah geoteknik dan masalah penurunan yang berlebih.
Sehingga dengan berbagai pertimbangan akan masalah penurunan akibat daya dukung tanah yang kecil maka peruntukan yang aman untuk pondasi laba – laba adalah solusi pondasi pada gedung bertingkat tanggung yaitu 2 – 8 lantai. Sedangkan untuk tanah dasar yang memiliki daya dukung lebih baik, bisa ditingkatkan menjadi 10 -11 lantai untuk gedung bertingkatnya.
Bentuk penampang pondasi laba – laba yang menyerupai pondasi pelat penuh (full plate) dengan rib pengaku membuat pondasi laba – laba ini memiliki kekakuan ekivalen yang tinggi.





Daya dukung  pondasi laba – laba ini memiliki nilai yang lebih sekitar 1,5 kali dari nilai daya dukung pondasi plat penuh yang ada. Sehingga memiliki resiko penurunan pondasi yang lebih kecil dibandingkan dengan pondasi dangkal lainnya.
Daya dukung tanah ijin adalah beban per satuan luas yang diijinkan untuk dibebankan pada tanah di bawah pondasi , agar kemunginan terjadinya keruntuhan dapat dihindari.
Q ijin = Qu/ SF. SF biasanya diambil nilai 3, karena factor homogeny dari tanah yang belum tentu memiliki keseragaman.
Berbagai studi dari Akademisi maupun para pe riset memberikan andil pengembangan terhadap konstruksi sarang laba – laba ini. Tinjauan geoteknikal terhadap tanah di bawah pondasi juga memberikan andil pengembangan laba – laba ini.
Sebagai ilustrasi sebagai berikut :
1 1.Media elastis diletakkan di bawah suatu bentuk pondasi yang kaku, maka akan ada pengaruh penurunan sebagai berikut :
a.      Beban merata tidak menghasilkan penurunan yang merata.
b.      Penurunan yang rata juga  bukan hasil dari beban yang sama

2   2. Supaya terjadi penurunan yang seragam maka diupayakan sebagai berikut :
   Pemodelan untuk skema di atas adalah :
   membuat kekakuan pada tepi elemen pembentuk pondasi laba - laba di perkuat, 
  Perancangan Pondasi Laba – Laba mengacu hal demikian :

 Sehingga perataan pembebanan dan kekakuan dari sebuah bentuk pondasi dapat diplot sesuai    ilustrasi nomor 2. Jika pun titik massa pondasi dan bangunan belum berimpit maka diupayakan    adanya pelebaran dari pondasi agar jarak eksentrisitas nya PB (pusat massa bangunan) dan O (pusat    masa pondasi) tidak berlebihan.

Penulis : hamboro, pemerhati gempa dan infrastruktur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sumbu Roda Kendaraan

Sumbu Roda Kendaraan untuk Beban Titik Bergerak Sebelum melakukan analisis data untuk sebuah desain perkerasan jalan, tentu akan mengenal sumbu roda kendaraan. untuk itu mari kita mengenal gambar untuk model model sumbu roda kendaraan yang ada di Standar Perencanaan Pekerasan Jalan di Bina Marga.   Pembagian prosentase pembebanan dapat dilihat dari skema gambar diatas.  Gambar Distribusi Pembebanan pada masing masing roda dapat secara jelas di deskripsikan. Sehingga DF (damage faktor) akibat perubahan pembebanan akan menjadi acuan kerusakan pada lapis perkerasan yang didesain. Secara cepat Kendaraan jika bermuatan lebih beban dari standar normal muat nya, dapat diprediksi daya rusaknya 4 kali lebih  cepat rusak dari  waktu rencana umur disain nya. jika melebihi Po = 8.16 ton untuk masing masing Sumbu Gandar.  Semarang, 12 April 2020 Hamboro widodo,ST Pemerhati infrastruktur.   

Patching di Lubang Perkerasan Jalan

Menambal (Patching) di Lubang Perkerasaan jalan. Banyak inovasi teknologi material untuk mengatasi penambalan lubang pada perkerasan jalan. Tapi sumber utama dari kerusakan tentunya diidentifikasi dahulu agar solusi nya tepat dan manjur. Banyak Enjineer yang hanya fokus menambal pada lubang jalan aja, setelah di lakukan tambalan, maka tak berapa lama sudah ada kerusakan jalan kembali. Untuk itu perlu langkah montoring berkala secara kontinue agar di dapat hasil yang optimal. Deteksi dini dari kerusakan perlu adanya. Dan faktor utama dalam perkerasan jalan baik rigid maupun non rigid tentunya memakai standart SOP pelaksanaan yang matang. Di sini penulis pernah melakukan penambalan di sebuah kerusakan beton (rigid pavement), deteksi dini nya adalah beton di posisi setempat mengalami penurunan kualitas mutunya sehingga di lalui kendaraan maka akan langsung menjadi retakan retakan setempat dan cenderung membuat lubang. Analisis berikutnya plat beton rigid tersebut dalam posisi menggant

Modulus Elastis Tanah Dasar untuk PAVEMENT

Modulus Elastis Tanah Dasar  untuk PAVEMENT Perkerasan jalan memang untuk memudahkan pergerakan moda atau barang satu daerah ke daerah lainnya. Tentunya jalan yang bagus, akan mempengaruhi kecepatan dan waktu lebih pasti. Rekayasa enjineering digunakan untuk membuat disain jalan yang bagus. Ilmu perkerasan jalan pun diperkenalakan dari makadam, telford, sampai dengan aspal dan terakhir rigid. Perkembangan rigid sangat dipengaruhi material semen dengan ketersedianya semen yang cukup maka harga beton rigid nya akan murah. Dasar untuk menentukan ketebalan rigid pun juga didasarkan pada modulus tanah yang diperbaiki di bawahnya.NAASRA (1950) dan Powell,Potter,Mathey dan Nunn (1984) Menurut Heukelom dan klom (1962) nilai E = 1500 x CBR (psi) untuk jenis tanah non ekspansive dan CBR terendam.  Menurut Powell (1984) nilai E diperoleh juga hubungan E = 17.6 x CBR 0.64  (Mpa), Menurut NAASRA (1950)  untuk CBR kurang dari 5% maka E = 16.2 x CBR 0.7 (Mpa), sedangkan untuk CBR l