Langsung ke konten utama

Daya Dukung Pondasi Pada Bangunan


­­Pondasi apaun selalu akan dikaitkan dengan bearing capasity (daya dukung tanah yang bersangkutan), berapa centimeter  akan terjadi penurunan jika pondasi tersebut digunakan.  Pengaruh muka air tanah dipermukaan terhadap struktur pondasi serta jika pondasi tersebut pada daerah yang mengandung bahan polutan tentunya akan dirancang sedemikian rupa strukturnya lebih tahan.
a.   Jika pondasi pada daerah yang memiliki tanah berpasir tentu yang menjadi pertimbangan adalah daya dukung, penurunan, dan bahaya liqufaksi nya. Penting juga pengaruh cuaca dan angin terhadap pengaruhnya pada pondasi tersebut.
b.   Jika pondasi berdiri pada tanah yang loess, atau tanah yang memiliki butiran yang baik yang terbentuk dari kumpulan sediment dari luapan air pasang, atau menurut Cleverer (1958), daya dukung nya akan mencapai 500 Kpa pada posisi kering dan hanya 25 Kpa ketika dalam jenuh air, ini pun sudah mempertimbangkan akan ada penurunan 12 mm.
Untuk menambah kestabilan dari jenis tanah ini baiknya ditambah menggunakan lime, line flyash atau sement untuk campuran tanah yang mengandung jenis tanah ini (90% lolos saringan no. 200 (0,074mm ) atau 0-5% lebih kecil dari 0,005 mm.
c.    Jika pondasi tersebut pada daerah yang memiliki kadar air yang berfluktuasi dan mengandung jenis lempung monmorilonit, tentunya akan menjadi masalah baru lagi.
Jenis lempung ini  sangat kuat daya dukung nya pada waktu kering sedang pada waktu basah sangat lembek sekali. Ciri – ciri dari tanah ini jika PI>30%, tanah lempung ini banyak dijumpai sekitar Blora dan Cepu Jawa Timur.  Kontrol terhadap kadar air penting, jika tidak maka pondasi akan rusak.
d.   Jika pondasi pada daerah yang berlempung dan lanau.
Kecenderungannya akan ditanyakan perihal penurunan, dikarenakan sifat dari tanah lempung ini yang berlaku hukum normal consolidasi atau over consolidasi. Sedangkan untuk daya dukung tanah nya akan sangat dipengaruhi dengan hasil test berupa undrained shear strenght yang didapati dengan UDS dari uji SPT. Kegagalan akibat geser lokal menjadi perhatian pada pondasi ini.
e.   Pondasi pada tanah urugan.
Pengalaman pada pondasi ini tentunya mengalami overburden, sehingga tanah asli akan mengalami perubahan kepadatan akibat timbunan ini. Sehingga kontrol setlement bisa dapat diprediksi untuk jenis bangunan yang ringan atau dibawah 5 lantai. Tegangan kontak pada kondisi normal dapat ditinjau dengan luasan pondasi yang digunakan. Jika berlebih maka akan ada kegagalan geser lokal pada pondasi.

Pemakaian pondasi dangkal D/B < 4 menjadi pertimbangan untuk jenis tanah tersebut diatas. Kecuali mempertimbangkan kekakuan dari sistem struktur pondasi yang akan mengelimenir perubahankecil dari sifat tanah dasar nya. Pondasi laba – laba, mampu mengatasi perubahan kadar air dengan adanya rib tepi yang lebih dalam. Daya dukung pondasi lebih baik karena memiliki lebar B nya lebih dari D nya.

Penulis : Hamboro Widodo, pemerhati gempa dan infrastruktur, 30 Maret 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sumbu Roda Kendaraan

Sumbu Roda Kendaraan untuk Beban Titik Bergerak Sebelum melakukan analisis data untuk sebuah desain perkerasan jalan, tentu akan mengenal sumbu roda kendaraan. untuk itu mari kita mengenal gambar untuk model model sumbu roda kendaraan yang ada di Standar Perencanaan Pekerasan Jalan di Bina Marga.   Pembagian prosentase pembebanan dapat dilihat dari skema gambar diatas.  Gambar Distribusi Pembebanan pada masing masing roda dapat secara jelas di deskripsikan. Sehingga DF (damage faktor) akibat perubahan pembebanan akan menjadi acuan kerusakan pada lapis perkerasan yang didesain. Secara cepat Kendaraan jika bermuatan lebih beban dari standar normal muat nya, dapat diprediksi daya rusaknya 4 kali lebih  cepat rusak dari  waktu rencana umur disain nya. jika melebihi Po = 8.16 ton untuk masing masing Sumbu Gandar.  Semarang, 12 April 2020 Hamboro widodo,ST Pemerhati infrastruktur.   

Patching di Lubang Perkerasan Jalan

Menambal (Patching) di Lubang Perkerasaan jalan. Banyak inovasi teknologi material untuk mengatasi penambalan lubang pada perkerasan jalan. Tapi sumber utama dari kerusakan tentunya diidentifikasi dahulu agar solusi nya tepat dan manjur. Banyak Enjineer yang hanya fokus menambal pada lubang jalan aja, setelah di lakukan tambalan, maka tak berapa lama sudah ada kerusakan jalan kembali. Untuk itu perlu langkah montoring berkala secara kontinue agar di dapat hasil yang optimal. Deteksi dini dari kerusakan perlu adanya. Dan faktor utama dalam perkerasan jalan baik rigid maupun non rigid tentunya memakai standart SOP pelaksanaan yang matang. Di sini penulis pernah melakukan penambalan di sebuah kerusakan beton (rigid pavement), deteksi dini nya adalah beton di posisi setempat mengalami penurunan kualitas mutunya sehingga di lalui kendaraan maka akan langsung menjadi retakan retakan setempat dan cenderung membuat lubang. Analisis berikutnya plat beton rigid tersebut dalam posisi menggant

Modulus Elastis Tanah Dasar untuk PAVEMENT

Modulus Elastis Tanah Dasar  untuk PAVEMENT Perkerasan jalan memang untuk memudahkan pergerakan moda atau barang satu daerah ke daerah lainnya. Tentunya jalan yang bagus, akan mempengaruhi kecepatan dan waktu lebih pasti. Rekayasa enjineering digunakan untuk membuat disain jalan yang bagus. Ilmu perkerasan jalan pun diperkenalakan dari makadam, telford, sampai dengan aspal dan terakhir rigid. Perkembangan rigid sangat dipengaruhi material semen dengan ketersedianya semen yang cukup maka harga beton rigid nya akan murah. Dasar untuk menentukan ketebalan rigid pun juga didasarkan pada modulus tanah yang diperbaiki di bawahnya.NAASRA (1950) dan Powell,Potter,Mathey dan Nunn (1984) Menurut Heukelom dan klom (1962) nilai E = 1500 x CBR (psi) untuk jenis tanah non ekspansive dan CBR terendam.  Menurut Powell (1984) nilai E diperoleh juga hubungan E = 17.6 x CBR 0.64  (Mpa), Menurut NAASRA (1950)  untuk CBR kurang dari 5% maka E = 16.2 x CBR 0.7 (Mpa), sedangkan untuk CBR l